MALINAU, Kabarmalinau.com_Kapolres Malinau AKBP Agus Nugraha mengungkapkan bahwa penyelidikan atas kasus jebolnya settling pond limbah tambang Tuyak milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC) ditangani oleh Polda Kaltara.
“Untuk kasus pertambangan yang pertama dalam aspek hukum sekarang penanganannya sedang di lakukan oleh pihak Polda. Sekarang dalam proses penyelidikan, bukan penyidikan,” kata Kapolres AKBP Agus Nugraha, saat dikonfirmasi media usai acara pencanangan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas Korupsi ( WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani (WBBM) pada Rabu (24/2).
Sementara penyelidikan berlangsung, Kapolres berpesan agar masyarakat menciptakan suasana yang kembali aman kondusif pasca terjadinya pencemaran Sungai Malinau dan Sesayap menyusul bencana ekologis pada kedua sungai tersebut.
“Karena bagaimana pun perusahaan itu juga salah satu aset daerah yang ikut berperan membangun perekonomian meningkatkan lapangan pekerjaan. Kami juga mengingatkan perusahaan agar lebih tertib lagi dalam hal pengelolaan limbah,” tambah Kapolres.
Tidak Ada Efek Jera
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltara pesimis sanksi yang telah dikeluarkan pemerintah daerah pada KPUC akan memberi efek jera. Mengingat sanksi yang dijatuhkan tak jauh berbeda dengan sanksi-sanksi sebelumnya pada kasus yang sama.
“Kami melihat itu bukan sanksi. Itu hanya rekomendasi yang sebetulnya apa yang direkomendasikan itu adalah kewajiban perusahaan,” tegas Andry, Koordinator Jatam Kaltara, Selasa (23/2).
Karena itulah Jatam pesimis sanksi yang diberikan pemerintah dapat memberi efek jera. Kewajiban mengeluarkan materi atas dampak yang timbul pada lingkungan dan masyarakat, hanya secuil jika dibandingkan dengan materi yang harus dikeluarkan untuk mengolah tambang secara professional.
Jika dihitung secara materi, biaya rehabilitasi kekayaan ekosistem sungai dan ganti materi atas berbagai dampak pada masyarakat jauh lebih kecil dibandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mengolah tambang.
Sebagai gambaran, berdasarkan informasi yang diperoleh media ini, salah satu perusahaan tambang harus mengeluarkan biaya hingga Rp40 miliar lebih untuk mengolah limbah tambang selama satu semester (6 bulan). Bahkan jika dibandingkan dengan biaya sistem pengolahan limbah yang paling sederhana pun, ganti rugi materi atas jebolnya limbah tambang KPUC bisa jadi jauh lebih kecil.
Reporter: Rahmawati