MALINAU, Kabarmalinau.com – Masa kampanye Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Utara segera berakhir. Suasana perpolitikan di Kaltara semakin memanas, terutama dengan beredarnya isu ketidakharmonisan antara dua pasangan calon petahana, Paslon Nomor 02 Zainal Paliwang dan Paslon Nomor 03 Yansen TP, yang kini maju dengan pasangan berbeda.
Situasi ini menarik perhatian media untuk menelusuri lebih dalam latar belakang birokrasi pasangan calon yang maju di Pilgub Kaltara 2024. Dalam wawancara eksklusif, Wakil Bupati Malinau, Topan Amrullah, S.Pd., M.Si., berbicara terbuka mengenai dinamika yang terjadi ketika ia menjabat bersama Yansen TP.
Diketahui, Topan menjabat sebagai Wakil Bupati Malinau selama dua periode, 2011-2016 dan 2016-2021, mendampingi Yansen TP. Pasangan ini dulu dikenal dengan akronim “Yatop.”
Saat ditanya mengenai hubungan kerja mereka, Topan menjawab terus terang.
“Secara personal, kami tetap baik-baik saja. Namun, dalam hal pemerintahan, memang ada ketidakharmonisan. Misalnya, penentuan pejabat sering kali sudah disusun oleh tim seleksi tanpa melibatkan kami dalam tahap finalisasi. Kami tidak selalu diberi kesempatan untuk mengkaji siapa yang mendapatkan promosi,” ungkapnya.
Topan menjelaskan lebih lanjut mengenai tugas dan fungsi Wakil Bupati. “Tugas wakil adalah pengawasan, dan saya sangat menyadari bahwa posisi wakil tidak memiliki kewenangan penuh dalam kebijakan. Hal ini berarti, jika kita memahami peran tersebut, tidak akan ada masalah dengan kepala daerah,” jelasnya.
Saat ditanya apakah ia merasa “ditinggalkan” dalam tugasnya, Topan mengakui ada beberapa situasi yang mengisyaratkan ketidakterlibatan. “Secara pribadi, saya tidak ditinggalkan. Namun, dalam penentuan kebijakan penting seperti promosi jabatan, prosesnya sudah final saat rapat, sehingga saya tidak memiliki waktu untuk melakukan pengawasan sesuai tugas wakil. Idealnya, ada waktu untuk meninjau lebih dalam,” katanya.
Dalam wawancara, Topan juga menyinggung tren ketidakharmonisan antara kepala daerah dan wakil di beberapa daerah lain di Indonesia. Ia menekankan bahwa jika wakil fokus pada fungsi pengawasan, hubungan tersebut tidak akan menjadi masalah. Namun, menurutnya, ketidakseimbangan bisa terjadi jika wakil mulai menuntut peran yang setara dengan kepala daerah, terutama dalam pengambilan kebijakan.
“Ada beberapa kali ketidaksepahaman dalam penentuan jabatan, dan saya memilih tidak hadir dalam pelantikan sebagai bentuk protes terhadap keputusan yang tidak sesuai hasil rapat sebelumnya,” ujar Topan.
Menutup sesi wawancara, Topan memberikan pesan kepada Yansen TP, calon Gubernur Kaltara. “Saya memahami kompetensi birokrasi beliau sangat kuat dengan pengalaman panjang sebagai Sekda, Staf Ahli Gubernur, Bupati, hingga Wakil Gubernur. Namun, masyarakat tidak terlalu memahami soal birokrasi. Mereka hanya ingin pemimpin yang mudah ditemui dan tidak terlalu protokoler. Harapan saya, beliau tetap menyesuaikan visi-misi dengan keinginan masyarakat,” tutupnya. (*)