TANJUNG SELOR, Kabarmalinau.com – Direktorat Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Kaltara berhasil menggagalkan upaya pengiriman ratusan ekor burung Cucak Hijau, yang merupakan hewan dilindungi. Pelaku yang berinisial BB telah diamankan untuk proses penyidikan lebih lanjut.
Kapolda Kaltara Irjen Pol Hary Sudwijanto menjelaskan bahwa BB melakukan penjualan burung Cucak Hijau melalui metode konvensional dan media sosial (medsos), dengan pasar utamanya di Surabaya, Provinsi Jawa Timur.
“Ada 187 ekor burung Cucak Hijau yang berhasil kita amankan. Satwa dilindungi ini diperjualbelikan oleh pelaku dengan harga yang bervariasi. Burung Cucak Hijau dengan leher kuning, misalnya, dijual dengan harga antara Rp100 ribu hingga Rp200 ribu per ekor,” ungkap Kapolda dalam rilis persnya pada Kamis (29/8/2024).
Kapolda juga menambahkan bahwa burung dengan leher hitam dijual dengan harga hingga Rp400 ribu per ekor. Keuntungan yang diperoleh pelaku dari perdagangan ini bisa mencapai Rp150 juta per bulan.
“Biasanya, burung-burung ini dapat terjual hingga mencapai Rp150 juta dalam sebulan,” jelasnya.
BB dikenakan pasal 40 ayat 2 juncto pasal 21 ayat 2 huruf a Undang-Undang RI nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, dengan ancaman hukuman penjara lima tahun dan denda maksimal Rp100 juta.
Kapolda mengimbau masyarakat untuk menjaga kelestarian ekosistem alam di Provinsi Kaltara. Pihaknya tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelaku perdagangan satwa dilindungi.
“Masyarakat diharapkan tidak terlibat dalam perdagangan ilegal satwa yang dilindungi. Tindakan semacam itu dapat mengancam keberadaan spesies dan menyebabkan kepunahan,” tegasnya.
Direktur Krimsus Polda Kaltara, Kombes Pol Ronald Ardiyanto Purba, menambahkan bahwa BB telah terlibat dalam perdagangan hewan dilindungi ini sejak setahun lalu. Pengungkapan kasus ini diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
“Pelaku sudah melakukan perdagangan burung Cucak Hijau ini selama setahun terakhir. Karena burung ini sering dilombakan, penjualannya cukup ramai, terutama karena masih banyak warga yang belum memahami kelangkaan spesies ini,” pungkasnya. (rn)