MALINAU, Kabarmalinau.com—Jebolnya kolam penampung air limbah, Tuyak, milik KPUC telah berdampak sangat mengerikan pada Sungai Malinau. Selasa (10/2) pagi, air limbah dari Tuyak sudah sampai hingga hilir, Desa Batu Kajang dan Setarap. Desa-desa di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Malinau dipastikan akan terdampak langsung.
Di Batu Kajang dan Setarap, belasan KM dari Tuyak, kondisi Sungai Maliau sangat buruk. Di lokasi kedua desa, ditemukan ikan-ikan dan habitat sungai yang mati terapung. Kondisi air sungai di daerah desa tersebut kental pekat.
Di bagian hulu kondisi lebih parah lagi. Kepala Desa Sengayan, Arifin menggambarkan, kondisi air sungai sangat memprihatinkan.
“Bukan keruh lagi. Kalau keruh biasa kan warnanya agak-agak merah. Ini kental kehitaman,” terangnya saat dikonfirmasi media ini, Selasa (10/2).
Kerusakan dan kemusnahan habitat sungai dipastikan terjadi pada kasus pencemaran kali ini. Saat menyampaikan informasi di atas, Arifin dan aparat Desa Sengayan sedang bergerak ke lokasi Tuyak. Ia juga sempat menginformasikan, akan bermusyawarah dengan para kepala desa terdampak sepanjang DAS Malinau.
Mengancam PDAM Malinau
Limbah tambang batu bara KPUC yang digelontorkan Kolam Tuyak dipastikan akan sampai juga ke Sungai Sesayap, yang menjadi muara Sungai Malinau. Dengan kadar yang berbeda pencemaran akan meluas.
Jika tidak diantisipasi dengan baik, limbah, polutan dan racun yang hanyut sudah pasti akan mengancam PDAM Malinau. Sebab salah satu sumber air PDAM Apa Mening ini berasal dari Sungai Sesayap. Instalasi Pengolahan Air (IPA) terbesar milik PDAM bersumber dari Sungai Sesayap di Desa Kuala Lapang Kecamatan Malinau Barat.
Menanggapi kondisi tersebut Direktur PDAM Saiful Bachri mengungkapkan bahwa hingga Selasa (10/2) pagi kemarin kondisi air Sungai Sesayap masih memungkinkan untuk diolah.
“Karena tertolong oleh air Sungai Mentarang. Tapi bukan berarti air jadi normal. Kualitas air tidak normal hanya masih memungkinkan untuk kami olah. Sampai saat ini, ya,” ungkap Saiful Bachri.
Air Sunggai Mentarang yang juga bermuara di Sungai Sesayap berperan besar mengurai kadar polutan dari Sungai Malinau. Namun demikian, sambung Saiful Bachri, tidak berarti tak ada dampak ke PDAM. Limbah tambang yang larut ke Sungai Sesayap telah mengubah kadar air yang harus diolahnya. Dari semula normal menjadi kurang atau tidak normal. Pada kondisi air tak normal PDAM harus kerja ekstra. Pengolahan air harus ditingkatkan. Penggunaan obat-obatan atau bahan untuk menetralisir air agar layak konsumsi jadi berlipat, hingga dua-tiga kali lipat.
“Itu resiko yang harus kami hadapi. Biaya produksi meningkat dan jelas berdampak pada peralatan pengolahan air kami,” imbuh Saiful Bachri.
Saiful Bachri tak menutup kemungkinan pihaknya akan menyetop produksi air jika kualitas air Sungai Sesayap sudah tidak bisa lagi ditoleransi.
“Kalau kondisi air sudah sangat buruk, tak dapat ditoleransi maka produksi akan kami stop,” tegasnya.
Saat ini, imbuh Saiful Bachri, pihaknya harus ekstra mengawasi kondisi air yang setiap saat bisa berubah. Sebab setiap perubahan kondisi harus segera diikuti perubahan cara kerja IPA PDM. Tujuannya agar air yang tersalurkan ke konsumen layak pakai. Dengan konsekuensi PDAM harus “babak belur” mengorbabkan tenaga, pukiran, hingga biaya berlipat-lipat untuk mengatasi limbah tambang batu bara KPUC saat ini.
PENULIS : MACHMUD BALI – WALIYUNU HERIMAN